Penjelasan Wali Kota Tatong Bara, Mengapa Pasar Tradisional Tutup Jam 1 Siang

0

DETIKSULAWESI.COM, KOTAMOBAGU – Menghadapi ancaman Coronavirus Disease 2019 atau COVID-19, Pemerintah Kota (Pemkot) Kotamobagu mengambil kebijakan untuk Pasar Tradisional dibuka mulan pukul 05.00 Wita sampai pukul 13.00 Wita atau jam 1 siang.

Terkait dengan kebijakan Pemkot tersebut, Wali Kota Kotamobagu Tatong Bara, menjelaskan, Pasar Tradisional merupakan salahsatu fasilitas umum dengan intensitas, lalu lintas orang dan barang yang tergolong tinggi, terutama pola human interaction yang cukup dekat.

Dengan pola interaksi seperti ini kata Tatong, pasar menjadi salah satu tempat yang paling rentan terhadap penyebaran COVID-19, sehingga Pemerintah perlu mengambil kebijakan untuk membatasi jam operasionalnya.

“Substansinya memang adalah pembatasan aktivitas. Puncak kepadatan lalu lintas jual beli di pasar biasanya antara pukul 5 subuh sampe dengan pukul 9 pagi. Setelah jam itu, aktivitas mulai agak menurun, dan terus turun pada siang harinya. Setelah siang hari hingga malam, biasanya aktivitas di pasar adalah bongkar muat barang,” terang Tatong.

Baca Juga: Waktu Operasional Toko Swalayan Dan Warung Berubah

Menurutnya, masyarakat Kota Kotamobagu tentu tahu, pedagang yang berjualan di Pasar Serasi, Pasar 23 Maret, Pasar Poyowa Kecil, tidak semuanya masyarakat Kotamobagu. Tapi ada juga yang berasal dari luar Kotamobagu. Ada yang dari Makassar, Palu, Kalimantan, dan daerah-daerah lainnya di Sulawesi, yang beberapa di antaranya sudah masuk zona merah penyebaran Covid-19.

Selain itu masih kata Tatong, patut menjadi pertimbangan kita bersama bahwa pasar di Kotamobagu menjadi salah satu magnet bagi para pedagang dari luar daerah, terutama memasuki bulan Ramadhan dan Idul Fitri.

“Ingat, barometer Bolmong Raya sebagai wilayah mayoritas muslim ketika memasuki bulan Ramadhan dan Idul Fitri adalah Kotamobagu, dan ini adalah lumbung besar bagi para pedagang dari luar daerah. Inilah yang patut kita jaga bersama. Di sini, saya tak mengategorikan mereka sebagai pembawa virus, tapi di tengah situasi seperti ini adakah yang bisa menjamin itu? Penularan virus ini bukan hanya melalui kontak langsung dan tak langsung dengan pasien positif Covid-19, tapi uang yang digunakan dalam transaksi pun bisa menjadi media paling rentan dalam mata rantai penyebaran,” tandas Tatong Bara.

(Kifly)

Leave A Reply

Your email address will not be published.