Hoax, Tidak Benar Fenomena Aphelion Sebabkan Cuaca Dingin di Indonesia

0

 


DETIKSULAWESI.COM,NASIONAL – Klaim tentang fenomena Aphelion menyebabkan cuaca dingin di Indonesia beredar di media sosial. Kabar tersebut disebarkan akun Facebook Ariyanto pada 15 Juli 2021.

Akun Facebook Ariyanto mengunggah sebuah narasi yang menyebut bahwa fenomena Aphelion akan menyebabkan cuaca dingin dan berdampak pada meriang, flu, batuk, hingga sesak napas.

“InsyaaAllah, Mulai besok jam 05.27 kita akan mengalami FENOMENA APHELION, dimana letak bumi akan sangat jauh dr matahari. Kita tdk bs melihat fenomena tsb, tp kita bs merasakan dampaknya. Ini akan berlangsung sampai bulan Agustus. Kita akan mengalami cuaca yg dingin melebihi cuaca dingin sebelumnya,yg akan berdampak meriang flu,batuk sesak nafas dll. Oleh Krn itu mari kita semua tingkatkan imun dgn byk2 meminum vitamin atau suplemen agar imun kita kuat. Smg kita semua selalu ada dlm lindunganNYA. Aamiin”.

Jarak bumi ke matahari perjlnan 5 mnt cahaya atau 90.000.000 km. Fenomena aphelion menjadi 152.000.000 km . 66 % lbh jauh. Jadi hawa lbh dingin, dampaknya ke badan kurang enak karena tdk terbiasa dgn suhu ini.

Mudah2an semua dilindungi oleh Allah Swt dan diberi kesehatan.Aamiin

Copas WA Grub,” tulis akun Facebook Ariyanto.

Konten yang disebarkan akun Facebook Ariyanto telah 17 ribu kali dibagikan dan mendapat 75 komentar warganet.

Benarkah fenomena Aphelion menyebabkan cuaca dingin di Indonesia? Berikut penelusurannya.
Penelusuran Fakta
Cek Fakta Liputan6.com menelusuri klaim tentang fenomena Aphelion menyebabkan cuaca dingin di Indonesia. Penelusuran dilakukan dengan memasukkan kata kunci “fenomena aphelion” di kolom pencarian Google Search.

Hasilnya terdapat beberapa artikel yang menjelaskan mengenai fenomena Aphelion dan dampak yang ditimbulkan. Satu di antaranya artikel berjudul “Fenomena Aphelion Terjadi Hari Ini 6 Juli 2021, Apa Dampaknya ke Bumi?” yang dimuat situs Liputan6.com pada 6 Juli 2021.

Fenomena antariksa Aphelion terjadi pada Selasa (6/7/2021). Aphelion adalah fenomena ketika Bumi berada di titik terjauh dari Matahari.

Menurut Peneliti Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (Lapan) Andi Pangerang, fenomena ini terjadi dikarenakan orbit bumi tidak sepenuhnya lingkaran sempurna, melainkan berbentuk elips dengan kelonjongan sekitar 1/60.

Sehingga, setiap tahunnya Bumi berada pada jarak terdekat dengan Matahari (yang disebut perihelion) yang terjadi setiap Januari, dan berada pada jarak terjauh dari Matahari (yang disebut sebagai aphelion) yang terjadi setiap Juli.

“Aphelion tahun ini terjadi pada tanggal 6 Juli 2021 pukul 05.27 WIB / 06.27 WITA / 07.27 WIT pada jarak 152.100.527 km,” kata Andi dikutip dari laman Lapan.

Sedangkan dampaknya ke bumi, menurut Andi, secara umum tidak ada yang signifikan.

“Suhu dingin ketika pagi hari yang terjadi belakangan ini dan nanti sampai dengan Agustus merupakan hal yang biasa terjadi pada musim kemarau dikarenakan tutupan awan yang sedikit sehingga tidak ada panas dari permukaan Bumi (yang diserap dari cahaya Matahari dan dilepaskan pada malam hari) yang dipantulkan kembali ke permukaan Bumi oleh awan,” jelasnya.

Andi menjelaskan, mengingat posisi Matahari saat ini berada di belahan Utara, maka tekanan udara di belahan Utara lebih rendah dibanding belahan Selatan yang mengalami musim dingin. Oleh karenanya, angin bertiup dari arah Selatan menuju Utara dan saat ini angin yang bertiup itu dari arah Australia yang memang mengalami musim dingin.

“Dampak yang ditimbulkan adalah efek penurunan suhu, khususnya di Pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara yang terletak di selatan khatulistiwa, yang saat ini sedang terjadi,” ungkap Andi.

Posisi Bumi yang berada pada titik terjauh dari Matahari, imbuhnya, juga tak mempengaruhi panas yang diterima Bumi. Hal ini karena panas dari Matahari terdistribusi ke seluruh Bumi, dengan distribusi yang paling signifikan mempengaruhi disebabkan pola angin.

“Mengingat saat ini angin bertiup dari arah Selatan yang musim dingin, maka kita akan merasakan suhu yang lebih dingin.”

Selain itu, diameter tampak Matahari akan terlihat sedikit lebih kecil dibandingkan rata-ratanya yakni sekitar 15,73 menit busur atau berkurang 1,68%.

Dijelaskannya, Aphelion dan Perihelion satu dekade terakhir hingga satu dekade mendatang terjadi sekitar 13-15 setelah titik balik (solstis) Matahari.

“Di masa lalu, tepatnya pada tahun 1248, Perihelion bertepatan dengan Titik Balik Selatan Matahari (saat itu 15 Desember dalam Kalender Julian) sedangkan Aphelion bertepatan dengan Titik Balik Utara Matahari (saat itu 15 Juni dalam kalender Julian),” terangnya.

Hal ini menyebabkan durasi musim gugur astronomis di belahan Utara (dari ekuinoks September ke Solstis Desember) sama dengan durasi musim dingin astronomis di belahan Utara (dari Solstis Desember ke ekuinoks Maret).

Demikian halnya dengan durasi musim semi astronomis di belahan Utara (dari ekuinoks Maret ke Solstis Juni) dan durasi musim panas astronomis di belahan Utara (dari Solstis Juni ke Ekuinoks September).
Kesimpulan
Klaim tentang fenomena Aphelion menyebabkan cuaca dingin di Indonesia ternyata tidak benar. Faktanya suhu dingin yang terjadi belakangan ini hingga Agustus 2021 merupakan hal yang biasa.

Hal ini dikarenakan tutupan awan yang sedikit sehingga tidak ada panas dari permukaan Bumi (yang diserap dari cahaya Matahari dan dilepaskan pada malam hari) yang dipantulkan kembali ke permukaan Bumi oleh awan.

Sumber : liputan6.com

 

 

Leave A Reply

Your email address will not be published.