Legenda Bayomoito

Penulis : Idris Antogia

Editor : Ridwan

Nun Jauh di atas puncak gunung Moilom Mokapog Dow Keidupa, hiduplah sepasang suami istri, mereka tak diketahui namanya, hanya saja sang suami ini merupakan kepala Suku di Mokapog.

Mereka mendiami pegunungan Mokopog, hidup dan bercocok tanam juga berburu sebagaimana masyarakat tradisional/primitif lainnya di bumi Nusantara.

Sepasang suami istri ini mengharapkan kehadiran seorang anak, namun bertahun-tahun belum juga dikaruniai anak.

Pasangan suami-istri, mungkin saja sang suami kita sebut sebagai Kepala Suku ini punya pekerjaan lain yaitu mengolah pohon enau untuk diambil air Nira untuk diminum dan untuk keperluan lain.
Di dekat pohon enau ini kemudian ditumbuhi rumpun sejenis rotan merah yang oleh masyarakat Kaidipang menyebut rotan tersebut dengan bahasa Kaidipang yaitu Uwe Downa.

Pada suatu ketika, seperti biasanya ia menuju ke tempat pohon enau, ia melihat ada yang aneh disalah satu rumpun batang rotan.

Di salah satu pangkal batang rotan membesar tidak biasanya, kerena merasa heran maka diambilah dengan hati-hati batang rotan dengan memotong dibatas rotan yang membesar di bagian batang dan pangkalnya.

Sang suami ini membawa ketempat mereka tinggal dan memperlihatkan kepada istrinya rotan ini, oleh istrinya menyuruh untuk menyimpan rotan tersebut.

Selang beberapa waktu kemudian ketika suami istri imk sedang bekerja di ladang, mereka berdua dikejutkan suara tangisan bayi layaknya seperti baru dilahirkan mereka mencari-cari sumber suara tangisan bayi itu dan ternyata suara bayi itu datang dari tempat tinggal mereka.

Maka sang kepala suku bersama istrinya bergegaslah ke tempat tinggal mereka dan betapa terkejutnya mereka ternyata rotan sudah terbelah dan di dekatnya tergeletak sosok bayi disamping batang rotan yang mereka simpan beberapa waktu lalu.

Menyaksikan ini, mereka berdua pecah tangis bahagia dan rasa syukur kepada yang Kuasa yang telah mengabulkan doa doa mereka.

Dengan rasa bahagia mereka memeluk sang bayi, satu hal yang aneh, wajah bayi ini memiliki dua warna, sebelah berwarna merah dan sebelahnya berwarna hitam, dikarenakan keanehan pada wajah bayi ini, mereka sepakat menamakan bayi mereka dengan nama BAYAMOITO.

Dari Bayamoito ini berawal cikal Bakal leluhur Pugupugu.

Sehingga ada kepercayaan, pantang melangkahi rotan ini jika wanita dalam keadaan hamil entah sengaja atau tidak, karena akan mengalami keguguran bayi.

Sang bayi yang diberi nama Bayamoito ini setelah dewasa menikah dengan Labinggele.

Mereka melahirkan anak yang diberi nama Mokodoludu, Mokodoludu menikah dengan Manggeadi.

Mokodoludu dan Manggeadi mendapatkan anak yang diberi nama Dotinggulo, Dotinggulo menikah dengan Katulumeme, melahirkan anak bernama Mokoanga.

Mokoanga menikah dengan Kumilat dan memiliki anak yaitu :

1. Pugupugu (yang kemudian bergelar Mauritz Datu Binangkal Korompot, Raja Kaidipang).

2. Olangovuluru / Pomontolo/ Bulonggodu.

3. Linggakoa (Putri Lingkan).

*Diceritakan dan ditulis oleh Idris Antogia

(ridwan)

Comments (0)
Add Comment