226 Tahun Lipu Bulangita

Oleh: Ridwan Lasamao

DUA abad lebih bukanlah usia yang muda buat sebuah peradaban, ada banyak cerita dan banyak hal yang mewarnai perjalanan sejarah sebuah Negeri.

Sejak tahun 2016 silam, Pemerintah Kecamatan Bolangitang Barat, Kabupaten Bolaang Mongondow Utara (Bolmut), Provinsi Sulawesi Utara (Sulut), mulai merayakan ulang tahun Bolangitang, saat itu (2016) masuk usia ke-223 tahun negeri ini.

Bolangitang, negeri yang merupakan satu kesatuan tak terpisah dari Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Bolangitang, kini telah menjadi dua Kecamatan, yakni Bolangitang Barat dan Bolangitang Timur. Kedua wilayah kecamatan ini memiliki kekayaan sejarah sendiri yang ikut memperkaya khazanah sejarah Bolaang Mongondow Utara.

Mendekati tanggal 21 November, Penulis tergerak hati untuk menelusuri sebab musabab dirayakannya Ultah Bolangitang, di tanggal ini, Penulis mulai membedah literatur tertulis tentang ini, satu-satunya literatur pustaka adalah Buku Sejarah Kaidipang dan Bolangitang, tulisan Prof HT Usup (Almarhum).

Disamping itu, tak kalah penting juga ditelusuri literatur dalam tradisi bertutur lisan dari beberapa tokoh yang kiranya mengetahui persis perihal kesejarahan ini.
Salah satu tokoh yang berhasil penulis temui pada tahun 2017 silam adalah Bapak HDH Pontoh, beliau adalah keturunan (cucu) dari Raja Kaidipang Besar (RS Pontoh).

Dalam usianya yang cukup sepuh, Abo Doti, demikian sapaan akrabnya HDH Pontoh, berusaha mengandalkan ingatannya akan memori yang pernah dia tau, masih berusaha untuk mentautkan puzle ingatannya, sejarah yang ia ketahui merupakan penuturan langsung dari para leluhur yang merupakan Raja-Raja di Bolangitang.

HDH Pontoh, merupakan mantan Anggota DPRD Bolaang Mongondow, hasil Pemilu tahun 1977, menuturkan, bahwa Kaidipang dan Bolangitang, adalah satu kesatuan yang berawal dari Kedatuan Mokapog.

Selanjutnya Kerajaan Kaidipang berdiri dengan Rajanya yang pertama adalah Pugupugu, yang bergelar Datu Binangkal Korompot.

Berdirinya kerajaan Kaidipang, maka secara taktis Bolangitang dibawah Kerajaan Kaidipang. Perkembangan selanjutnya, Bolangitang berdiri dan berdaulat menjadi Kerajaan Bolangitang. Sehingga Kaidipang dan Bolangitang menjadi dua kerajaan yang masing-masing berdaulat.

Tahun 1912, oleh Pemerintah Hindia Belanda, Kaidipang dan Bolangitang, digabung menjadi satu kerajaan yang diberi nama Kerajaan Kaidipang Besar dengan Rajanya adalah RS Pontoh, kakek dari HDH Pontoh.

Ada beberapa peristiwa sejarah yang berhasil penulis dapatkan dari perbincangan dengan Abo HDH Pontoh, diantaranya tentang terbakarnya Jembatan Gantung, di Desa Langi oleh Permesta, Selamatnya Komalig Kaidipang Besar dari pembakaran oleh Permesta, Peristiwa heroik pengibaran Merah Putih di Kaidipang Besar dan beberapa peristiwa bersejarah lainnya.

Namun penulis baru sekedar memaparkan secara khusus tentang Dirgahayu ke-226 Tahun Bolangitang, ditulisan ini karena momentum kesejarahannya ada di bulan November, dan kiranya November menjadi bulan penting dalam perjalanan sejarah Bolangitang.

Kemudian jika kita baca sejarah yang ditulis oleh HT Usup (Almarhum), maka akan kita dapati tentang kelumit sejarah berdirinya Bolangitang, menjadi sebuah kerajaan yang berdaulat di tanggal 21 November 1793. Maka kalau dihitung, sesungguhnya Negeri Bolangitang itu telah berusia 226 Tahun pada tanggal 21 November 2019  ini.

Ada hal penting yang terjadi di tahun 1793 silam. Berdasarkan beberapa manuskrip lama, surat menyurat antara Penghulu Bolangitang (Antogia Pontoh) dengan Kesultanan Ternate, bahwa pernah terjadi kontak-kontak antar kerajan ditahun 1793.
Kontak-kontak lewat surat ini, sehubungan dengan pendirian Kerajaan Bolangitang, pada awalnya dibawah taktis pemerintahan Kaidipang. Sehingga Bolangitang dikala itu dinaikkan statusnya menjadi sebuah Kerajaan yang berdaulat, berpisah secara de Jure dari Kaidipang.

Menurut penuturan Abo HDH Pontoh, walaupun menjadi masing-masing dua kerajaan yang berdaulat, namun Kaidipang dan Bolangitang, tak terpisah secara peradatan, emosional dan kekeluargaan, secara peradatan mereka tetap menganut adat yang sama, secara kekeluargaan mereka berasal dari kerabat dekat dan secara emosional mereka saling menjaga, menghormati dan melindungi, karena awalnya mereka adalah satu.

Tak ada riak konflik dalam pemisahan kerajaan ini, semua berjalan damai dan penuh kasih sebagai dua orang yang saling menyayang.

Pendirian kerajaan Bolangitang, dirundingkan di Loji (bangunan VOC) di Manado, yang bernama Loji Amsterdam.

Dalam perundingan itu dihadiri oleh Pemerintah VOC, Sultan Ternate, dan Raja Willem David Korompot (Kaidipang). Dan perundingan itu dihasilkan sebuah konsensus bersama tentang pendirian Kerajaan Bolangitang, memisahkan diri dari Kerajaan Kaidipang.

Dengan rajanya yang pertama adalah Paduka Raja Salmon Muda Pontoh. Raja Salmon Muda adalah Putra dari Antogia Pontoh, yang merupakan Penghulu Bolangitang sebelum Bolangitang menjadi Kerajaan.

Raja Salmon Muda Pontoh, dilantik pada tanggal 21 November 1793, sebagai Raja Pertama Bolangitang. Pusat Kerajaan Bolangitang dan Istananya berada di Desa Sonuo, saat ini (Kompleks Mesjid Al Ikhlas).

Tanggal 21 November 1793 sebagai awal waktu dimulainya pemerintahan Kerajaan Bolangitang. Sehingga tanggal ini menjadi Ulang Tahun Bolangitang yang terus diperingati setiap tahunnya. dan pada Tanggal 21 November 2019 ini, wilayah Bolangitang telah berusia 226 tahun.

DIRGAHAYU LIPU BULANGITA.

*Penulis adalah wartawan pada media detiksulawesi.com

(ridwan)

Comments (0)
Add Comment